Sebuah Karya Dalam Galeri Seni
RIFKY NURVIANTO
202246500861
R3L
1. Sebuah Karya Dari INDRA DODI
Indra Dodi pada dasamya adalah seorang pendongeng. Ceritanya bisa saja diambil dari peristiwa sehari-hari atau diimajinasikan; bisa rangkaian peristiwa yang disengaja atau malah tidak terkait dan terprediksi sama sekali. Lewat gaya abstraknya, Indra Dodi banyak bermain dengan warna dan bentuk hingga menemukan kosakata ekspresifnya sendiri: dengan garis dan coretan yang kekanak-kanakan, namun tersusun dengan terampil untuk menyampaikan tentang banyak anekdot, mimpi, dan cerita. Menurut Indra, untuk menjadi manusia seutuhnya, kita harus menyempatkan diri untuk bermain-main.
Komposisikanvasnya dipenuhi figur manusia, binatang, dan objek. Karakter-karakter yang muncul dalam karya-karya seringkali adalah sosok-sosok yang pernah hadir dalam perjalanan hidupnya. Elemen-alemen yang ia hadirkan, seperti kapal, merepresentasikan objek-objek yang lekat dengan memori masa lalunya. Untuk ICAD 13, karakter- karakter yang biasanya hanya ia tampilkan dalam lukisan kini keluar dari bidang datar dan mewujud dalam bentuk benda-benda tiga dimensi Indra Dodi (lahir di Padang. 1960) belajar melukis dari pamannya dan melanjutkan pendidikan seninya secara formal di Institut Seni Indonesia dan Politeknik ATK Yogyakarta. Dalam aliran abstrak yang akhirnya la pilih, Indra bisa mengeksplorasi perasaan dan melatih spontanitasnya. Sejak awal perjalanan artistiknya, ia meyakini bahwa melukis adalah sebuah aktivitas yang serius sekaligus menyenangkan dan ceria: la ingin agar perasaan ini menular ketika orang melihat karya-karyanya.
2. Sebuah Karya Dari ASMARA ABIGAIL X ADIN IBRAHIM
" LA STANZA DI ASMARA "
La Luce di Asmara, atau 'Cahaya Asmara, merupakan produk hasil kolaborasi dua sahabat Asmara Abigail dan Adin Ibrahim. Keduanya memadukan desain Adin yang terinspirasi dari gaya postmodernisme Italia tahun 1970-an, serta warna ungu yang merepresentasikan Asmara, sebagai lambang kebebasan berekspresi yang juga feminin. Kap lampu dibuat dengan tangan dan memanfaatkan limbah serbuk gergaji sebagai material utama. Di ICAD 13, konsep instalasi La Stanza di Asmara mengajak pengunjung menjelajahi ruangan penuh permainan sinar dan warna ungu kuat dari lampu-lampu yang ditata, merefleksikan 'cahaya' milik Asmara dan Adin. Pada area pameran juga diputarkan film Cinema Paradiso, berisi rekaman performans tarian Asmara merespon instalasi ruangan, diiringi lantunan musik yang dimainkan pemain selo Ricky Surya Virgana.
Asmara Abigail (1992) adalah seorang aktris. Aktif di industri hiburan dan perfilman, Asmara telah meraih beberapa penghargaan bergengsi seperti The Asian Stars: Up Next - International Film Festival & Awards Macao dan Variety (2019) dan Forbes 30 Under 30 (2021). Adin Ibrahim (1992) adalah seorang arsitek, desainer, dan dosen. Lulus dari program magister Interior Desain di Politecnico di Milano, Adin banyak melakukan eksperimen estetika melalui eksplorasi material, bentuk, dan gaya desain. Karya Adin seringkali terinspirasi oleh norma sosial, budaya, dan isu lingkungan.
3. Sebuah Karya Dari NIDIYA KUSMAYA
" COAL PARTICLES "
Limbah, sampah, serta hal-hal sisa, cenderung akan selalu kembali ke tanah, sebagai bagian dari siklus kehidupan. Di perjalanannya menyatu dengan tanah, limbah juga melewati proses percampuran dengan mikroorganisme yang membantu pembentukan elemen tanah. Pada eksperimennya, Nidiya berhasil memanfaatkan sisa-sisa limbah makanan dan limbah industri untuk memunculkan warna-warna unik dari pertemuan mikroorganisme dan limbah di tanah. Pigmen hasil eksplorasi dibubuhkan pada kertas yang terbuat dari beras. Dengan medium yang cukup sederhana, kertas berkarakteristik transparan menjadi media yang dapat menonjolkan ciri khas warna-warna dari tanah. Ketika berhadapan langsung dengan karya, pengunjung bisa melihat dan bebas menginterpretasikan sendiri persepsi yang ditangkap terhadap bermacam visual dan warna yang disajikan.
Nidiya Kusmaya (lahir di Sukabumi, 1991) adalah seniman tekstil yang banyak bereksperimen dengan pewarna natural dan serat alami. Perpaduan antara warna, alam, dan kehidupan manusia menjadi tema yang sentral dalam perjalanan kokaryaannya. Karya-karya Nidiya mengangkat penggunaan warna dan pengaruhnya pada kehidupan manusia: meliputi emosi, persepsi, dan ekspresi budaya dari masyarakat yang berbeda-beda
4. Sebuah Karya Dari OCTO CORNELIUS
" NIKMAT SISA PENGUASA "
Untuk ICAD 13, Octo Cornelius memajang sebuah struktur lampu gantung: burung-burung merah mengelilingi sisa-sisa daging yang masih menempel di pengaitnya. Demikianlah, remahan yang sedang kita nikmati hari ini adalah warisan dari kebijakan penguasa masa lalu. Nikmat Sisa Penguasa mengajak kita berpikir untuk mewariskan sesuatu yang lebih membahagiakan kepada anak-cucu kita. Tidak berhenti di situ, Octo mengembangkan narasinya dengan menyelipkan harapan. Di hadapan lampu gantung, deretan serial karya Joint for Joy berbaris di dinding, berbicara tentang keterhubungan: manusia sebagai makhluk sosial perlu mencari konektivitas dengan manusia lainnya untuk saling mengisi rongga yang kosong dalam dirinya. Kesolidan tersebut kemudian mewujud dalam bentuk gagasan, karya atau sikap hidup bersama. Joint for Joy menggambarkan keterhubungan itu lewat karya-karya kecil yang terbuat dari dua batu yang dikawinkan dan beberapa karya lainnya yang mengilustrasikan kerja sama, hidup bersama, dan komitmen
Octo Comallus (lahir di Rembang, 1981) adalah seorang penupa yang berdomisili dan berkarya di Yogyakarta, la dikenal lewat praktik seninya yang inovatif dan eksperimental, terutama pendekatannya terhadap material kayu. Kian kemari, eksplorasi seninya kian berkembang: la merespons, menggali cerita, dan memberikan narasi terhadap benda-benda temuan membawanya memadupadankan kayu dengan elemen-elemen lainnya (batu, puing, terakota, logam) dan kerap menambahkan fungsi mekanis dalam karya-karyanya, Kegembiraan Octo dalam berkarya lahir dari pembiasaan diri, laku disiplin yang menjadikannya seorang seniman yang senantiasa produktif berkarya.
5. Sebuah Karya Dari REZA KUTJH
" PERIPHERY OF THE WIND (SERI FOTO) "
Cincin selatan Jawa, tepatnya di sepanjang Jalan Daendels, Kulon Progo, Yogyakarta, merekam banyak catatan sejarah alih fungsi lahan. Menjadi saksi mata megaproyek sejak ora Daendels, lanskap alami dikorbankan, diganti dengan pemandangan yang lebih urban. Selalu tampak sedang dibangun, namun meninggalkan kesan tertinggal. Periphery of the Wind menelusuri dan mendokumentasikan intervensi yang dilakukan oleh manusia terhadap alam di kawasan tersebut, mulai dari tambang pasir, tambak udang, pelabuhan perikanan, pemecah ombak hingga bandara internasional. Pengamatan yang dilakukan Reza Kutjh bersama SOKONG, Riskya Duavania, dan Alwan Brilian sejak 2021 ini menampilkan catatan: perjalanan dan indeks memori spasial di kawasan konflik agraria dan rawan bencana tersebut dalam bentuk dokumentasi foto, soundscape dan video.
Reza Kutih (lahir di Yogyakarta, 1994) adalah seorang seniman visual yang banyak bekerja dengan medium foto, video dan anip. Karya-karyanya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, memori dan hubungannya dengan praktik spasial. Sebelum diasyikkan dengan proyek observasinya, Periphery of the Wind, Reza pernah menggelar pameran solo bertajuk 'For a While (Lir Space, 2018). Reza juga berafiliasi dengan Barasub, sebuah kolektif yang berfokus pada seni sekuensial dan penerbitan mandiri. Saat ini, ia sedang melakukan penelitian visual dan proyek seni berbasis arsip di Unhistoried
Comments
Post a Comment